PENGARUH PENDEKATAN
CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)
DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR
(Eksperimen terhadap siswa SMP di Kecamatan Lebakwangi Kab. Kuningan)
1. Pendahuluan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap tatanan kehidupan manusia baik secara individu maupun kolektif. Dalam menghadapi kemajuan IPTEK salah satu upaya yang harus kita lakukan adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Untuk meningkatkan kualitas SDM salah satu upaya yang harus dilakukan yaitu membenahi bidang pendidikan.
Sejauh ini mutu pendidikan negara Indonesia masih sangat memprihatinkan. Surya (2002 : 32) menyatakan, “dalam lingkungan antar bangsa, mutu sumber daya manusia Indonesia berada pada peringkat yang rendah (lndonesia menduduki posisi urutan ke 109 dalam indeks perkembangan manusia) dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Bahkan lebih rendah satu tingkat di bawah Vietnam , padahal tahun-tahun sebelumnya berada di bawah negara Indonesia . Pendidikan di negara Indonesia harus mendapat prioritas utama, sehingga di masa mendatang tidak semakin ketinggalan dan tenggelam ke arus milenium. Pendidikan menjadi kebutuhan dan menjadi posisi sentral dalam upaya memperbaiki kualitas SDM dan daya saing bangsa.”
Melalui pendidikan siswa perlu dibekali keterampilan hidup yang diperlukan untuk berperan serta secara aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, agar mampu menyesuaikan diri dan berhasil di masa datang. Dalam Proses pembelajaran harus dipikirkan bahwa anak akan belajar lebih baik jika melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan yang alamiah. Belajar akan bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan sebatas mengetahuinya. Untuk itu diperlukan sebuah strategi belajar yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak hanya mengharuskan siswa untuk menghapal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Strategi yang demikian ini dikenal dengan pendekatan kontekstual.
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL), dijadikan alternatif strategi belajar yang lebih memberdayakan siswa. Pendekatan CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa dan mampu memberikan tambahan motivasi dalam belajar. Proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan diteliti dalam karya tulis ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Adakah perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diperlakukan dengan pendekatan kontekstual (CTL) dengan konvensional (Non CTL)?
2. Adakah perbedaan Motivasi belajar antara siswa yang diperlakukan dengan pendekatan kontekstual (CTL) dengan konvensional (Non CTL)?
3. Adakah interaksi antara penerapan pendekatan kontekstual (CTL) dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial?
1.2. Kerangka Berpikir
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual akan menciptakan siswa menjadi peserta aktif bukan hanya pengamat yang pasif dan bertanggung jawab terhadap belajarnya. Penerapan pembelajaran kontekstual akan memotivasi siswa untuk membentuk hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dengan kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga masyarakat dan warga negara. Peran aktif siswa tidak terbatas hanya aktifitas pikir melainkan juga rasa dan emosional, karena siswa lebih dekat dan lebih menghayati, serta akrab dengan hal yang sedang dipelajari. Dengan demikian maka hasil belajar yang dicapai siswa akan lebih bermakna dengan penerapan pendekatan kontekstual dibandingkan dengan pendekatan konvensional (tradisional).
Penerapan pendekatan kontekstual menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self regulating learning) yang memiliki tiga karakteristik umum, yaitu kesadaran berfikir, penggunaan strategi, dan motivasi berkelanjutan, serta mempertimbangkan keragaman siswa (diversity of student). Di kelas guru harus mengajar siswa dengan berbagai keragaman misalnya latar belakang suku bangsa, status sosial ekonomi, bahasa, dan berbagai kekurangan yang mereka miliki. Aspek individual setiap siswa memperoleh perhatian yang cukup. Artinya jika setiap individu memperoleh layanan belajar yang memadai sesuai kebutuhannya, maka minat belajarnya pasti akan meningkat, dan pada akhirnya prestasi belajarnya juga meningkat.
Berdasarkan uraian di atas nampak jelas bahwa jika konsep pembelajaran CTL dapat diterapkan sesuai dengan prinsip-prinsip di atas akan sangat terasa dampaknya terhadap proses belajar dan tentu diharapkan akan berdampak baik terhadap hasil belajar siswa.
Penerapan CTL juga berdasar pemikiran bahwa anak belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan. Hal tersebut akan menumbuhkan dan meningkatkan motivasi serta prestasi belajar siswa.
1.3. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian sering disebut desain penelitian. Desain penelitian di dalamnya termasuk pula teknik penelitian. Teknik penelitian .adalah “Cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesa, dengan menggunakan teknik serta alat-alat tertentu” (Surachmad, 1980 : 68).
Dengan mempertimbangkan kerangka pemikiran yang telah dirumuskan, maka penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen faktorial (2x2) sebagaimana digambarkan dalam tabel berikut :
Tabel 1 : Rancangan faktorial 2 x 2
Motivasi Belajar Pendekatan | Motivasi Tinggi | Motivasi Rendah |
Kontekstual (CTL) | Y | Y |
Tradisional (Non CTL) | Y | Y |
Rancangan di atas diharapkan dapat mengungkapkan perbedaan prestasi belajar antara yang menggunakan pendekatan CTL dengan non CTL. Juga dapat mengungkapkan perbedaan antara motivasi belajar yang menggunakan pendekatan Kontekstual (CTL) dengan pendekatan tradisional (non CTL).
1.4. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah siswa kelas SMP Negeri 1 dan 2 Lebakwangi Kabupaten Kuningan, pada tahun pelajaran 2007/2008. Subyek penelitian terdiri dari 4 kelas, yaitu 2 kelas untuk eksperimen dan 2 kelas sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa 160 siswa.
Sampel adalah sebagian dari populasi terjangkau yang memiliki sifat sama dengan populasi (Sudjana, 1989 : 85). Pengertian sampel menurut Suharsimo Arikunto, adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 1986 : 104).
Pengambilan subyek penelitian dilakukan dengan teknik sampel bertujuan (purposive sample). Dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian yaitu 2 kelas eksperimen, Kelas IX A SMPN 1 Lebakwangi 40 siswa dan IX A SMPN 2 Lebakwangi dengan jumlah siswa 40 siswa sebagai kelas eksperimen sedangkan kelas kontrol yaitu IX D SMPN 1 Lebakwangi 40 siswa dan IX D SMPN 2 Lebakwangi dengan jumlah siswa 40 siswa dengan demikian jumlah respondennya sebanyak 160 siswa.
2. Tinjauan Teori
2.1. Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang mengakui dan menunjukkan kondisi alamiah dari pengetahuan. Melalui hubungan di dalam dan di luar ruang kelas suatu pendekatan pembelajaran kontekstual menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam pembelajaran seumur hidup. Pembelajaran kontekstual menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks dimana materi tersebut digunakan, serta berhubungan dengan bagaimana seseorang belajar atau gaya/cara siswa belajar. Konteks memberikan arti, relevansi, dan manfaat penuh terhadap belajar.
Sebagai satu konsep pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) memiliki tiga definisi. Pertama, CTL dapat didefinisikan sebagai mengajar dan belajar yang membantu guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi nyata dan memotivasi siswa agar menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Kedua, CTL yaitu proses belajar mengajar yang erat kaitannya dengan pengalaman nyata. Ketiga, CTL dapat didefinisikan sebagai pembelajaran yang harus situation and cimentspecific dan memberi kesempatan dilakukannya pemecahan masalah secara riil atau otentik, serta latihan melakukan tugas (Sudikan, 2004:1).
Pembelajaran kontekstual bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan ke permasalahan yang lain dan dari satu konteks ke konteks lainnya. Transfer adalah kemampuan untuk berfikir dan beragumentasi tentang situasi baru melalui penggunaan pengetahuan awal. Ia dapat berkonotasi positif jika belajar atau pemecahan masalah ditingkatkan melalui penggunaan pengetahuan awal, dan berkonotasi negatif jika pengetahuan secara nyata menggangu proses belajar. Transfer dapat juga terjadi dalam suatu konteks melalui pemberian tugas yang terkait erat dengan materi pelajaran, atau antar dua atau lebih konteks di mana pengetahuan diperlukan dalam situasi tertentu, dan kemudian digunakan di dalam konteks yang lainnya. Dengan demikian jelaslah bahwa pembelajaran kontekstual Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dikembangkan dengan melibatkan tujuh komponen utama, yakni :
a) Konstruktivisme (constructivism); Konstruktivisme (constructivism) merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui kontruks pengetahuan. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Dalam pandangan konstruktivis ini, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan.
b) Menemukan (Inquiry); Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil menemukan sendiri.
c) Bertanya (Questioning); Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya. Questioning (bertanya) merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Penerapan di kelas, hampir semua aktifitas belajar questioning dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, antar guru dengan guru, antara siswa dengan orang lain.
d) Masyarakat Belajar (Learning Community); Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Dalam CTL guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar.
e) Pemodelan (Modelling); Dalam sebuah pembelajaran yang berbasis CTL, selalu ada model yang bisa ditiru. Guru memberi model cara belajar.
f) Refleksi (Reflection); Refleksi merupakan cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa yang lalu.
g) Penilaian Sebenarnya (Authentic Assesment); Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (Learning how to learn) sesuatu, bukan ditekankan pada perolehannya sebanyak mungkin informasi diakhir periode pembelajaran.
Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan kebutuhan individual siswa dan peran guru. Sehubungan dengan itu maka pendekatan pengajaran kontekstual harus menekankan pada hal-hal berikut : belajar berbasis masalah, pengajaran autentik, pengajaran berbasis inquiri, belajar berbasis proyek/tugas terstruktur, belajar berbasis kerja. Belajar jasa layanan dan belajar kooperatif (Diknas, 2002 : 12-14).
2.2 Motivasi Belajar
Definisi tentang motivasi dijelaskan oleh para ahli diantaranya adalah, Winkel dalam bukunya Psikologi Pendidikan mengatakan : “Motivasi adalah kecenderungan yang mantap dalam obyek untuk merasa tertarik kepada bidang atau hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu” ( Winkel, 1984 : 30). Motivasi akan timbul apabila merasa tertarik pada suatu bidang dan menyenanginya. Suatu contoh anak akan menyenangi mata pelajaran tertentu apabila mereka melihat di dalamnya.
Sedangkan Ngalim Purwanto berpendapat bahwa motivasi dapat terjadi eksplorasi dan manipulasi yang dilakukan anak-anak, lama-kelamaan timbulah motivasi terhadap sesuatu (Purwanto, 1987 : 76)
Motivasi merupakan salah satu faktor yang memungkinkan konsentrasi. Pelajaran dapat pula dipelajari dengan hasil baik apabila mereka mempunyai pemusatan atau konsentrasi. Selain untuk pemusatan pikiran, motivasi dapat juga menimbulkan kegembiraan dalam usaha belajar dan tidak mudah menjadi lupa. Sebaliknya belajar dengan perasaan tidak gembira akan membuat pelajaran itu terasa sangat berat dan membosankan.
Sementara itu, belajar merupakan keinginan mengerti dan memahami sesuatu. Itulah serangkaian kata-kata yang sering kita dengar. Tentang pengertian belajar ada sejumlah ahli telah berusaha memberikan rumusan atau definisi belajar, diantaranya Ischak (1988 : 34) mengatakan bahwa : “belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri seseorang yang relatif tetap, diperoleh karena pengalaman, perubahan tersebut dapat diukur, perubahan itu secara fungsional harus bermakna.” Dengan demikian merupakan perubahan dari suatu abilitas ke abilitas lain.
Sedangkan Izhar Hasisi yang telah mengumpulkan beberapa sumber tentang makna belajar, yang dituangkan dalam buku Remedial Teaching menegaskan sebagai berikut : “Belajar adalah masalah setiap orang. Hampir semua pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan, nilai sikap, tingkah laku dan semua perbuatan manusia terbentuk disesuaikan dan berkembang karena belajar” (Hasisi, 1985 : 14). Yang selanjutnya beliau mengatakan pula : “Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan organisme-organisme manusia mengubah tingkah lakunya sebagai hasil pengalaman, sebab pengalaman-pengalaman tertentu itulah yang menentukan kualitas perubahan tingkah laku”.
Dari urain di atas jelaslah belajar itu sangat diperlukan, karena di dalam diri manusia dirasakan ada kebutuhan-kebutuhan yang perlu dipenuhi. Dengan kebutuhan itulah, baik yang bersifat mendesak atau tidak, mendorong, manusia untuk bertindak. Dan usaha tindakan tersebut dilakukan dengan sadar untuk memenuhi kebutuhannya.
Motivasi sebagai pendorong dapat menggerakkan dan menumbuhkan keinginan untuk belajar siswa tanpa adanya suatu pendorong atau motor penggerak sangat sedikit keberhasilan siswa dalam belajar, dan sangat minim prestasi yang dicapai siswa. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik pula bagi siswa.
Motivasi sebagai penentu arah, dapat menentukan ke arah mana suatu perbuatan itu dapat mencapai sasaran yang diharapkan bagi siswa dalam belajar. Motivasi di sini kompas atau penunjuk arah, maksudnya siswa dapat belajar sesuai yang diharapkan tanpa harus membuang energi yang melelahkan, untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Motivasi belajar sebagai penyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan yang harus dilakukan dan apa yang harus tidak dilakukan selama proses belajarnya berlangsung. Contohnya, bila seorang siswa akan menghadapi ujian dengan harapan lulus, tentu akan melakukan kegiatan belajar, dan tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain yang tidak karuan, sebab perbuatan tersebut tidak serasi dan tidak mendukung tercapainya tujuan.
Motivasi yang dimaksud yaitu internal individu yang mempunyai potensi fisik dan psikis, yang nantinya akan mewarnai aktifitas di dalam belajar. Masing-masing anak tentunya mempunyai sifat yang berbeda, diantaranya : ketekunan, kemauan keras, keuletan dan sebagainya. Selain motivasi internal, keberhasilan belajar dipengaruhi pula oleh faktor sosial. Guru, strategi, alat, bahan dan sumber belajar yang ada di sekolah turut mempengaruhi kelancaran proses belajar mengajar dan keberhasilan proses pembelajaran.
2.3. Prestasi Belajar
Prestasi belajar menurut Winkel (1989) merupakan tara f hasil belajar yang ditunjukan seseorang setelah mendapatkan pendidikan atau latihan. Pretasi siswa merupakan suatu indicator keberhasilan pendidikan secara khusus pada setiap tingkat satuan pendidikan. Prestasi merupakan hasil atau produk pendidikan yang dapat tergambarkan dari hasil belajar siswa dalam bentuk kognitif, afektif, konatif, konsep kepribadian, konsep diri, kreativitas, penyesuaian diri, kematangan kerja dan tanggung jawab kemasyarakatan (Engkoswara : 1987).
Hasil belajar adalah hasil dari proses belajar yang dilakukan seseorang. Dalam pengertian ini hasil yang diperoleh adalah hasil kegiatan dalam belajar siswa dalam bentuk pengetahuan sebagai akibat dari perlakuan atau pembelajaran yang dilakukan oleh pengajar (guru). Seperti yang dikemukakan oleh Pervical dan Ellington (1984) memberikan pengertian, hasil belajar adalah kepastian terukur dari perubahan individu yang diinginkan berdasarkan ciri-ciri (sifat-sifat) atau variabel bawaannya melalui perlakuan atau pengajaran tertentu.
Untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dengan jalan membandingkan hasil tes awal yang diperoleh siswa dengan hasil tes akhir yang diperoleh siswa setelah pembelajaran selesai. Bila hasil tes akhir skornya lebih tinggi dari skor tes awal berarti proses pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Perbedaan hasil tes awal dengan tes akhir menunjukkan skor yang nyata sebagai akibat pembelajaran yang terjadi karena perlakuan dan pengkondisian situasi belajar.
3. Hasil Penelitian
Deskripsi Data Motivasi dan Prestasi Belajar
Data motivasi dan prestasi belajar yang diperoleh untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol, disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 2 : Data Motivasi dan Prestasi Belajar Kelas Eksperimen
Statistik | Motivasi Belajar | Prestasi Belajar | ||
Kls. Eksp | Kls. kontrol | Kls. Eksp | Kls. kontrol | |
Jumlah kasus(N) | 80 | 80 | 80 | 80 |
Mean | 79,05 | 60,99 | 76.33 | 64,09 |
Standart deviasi mean | 0.808 | 0.798 | 0.949 | 1,034 |
Median | 82,00 | 61,50 | 77,00 | 63 |
Mode | 84 | 64 | 86 | 62 |
Standart deviasi | 7,225 | 7,138 | 8485 | 9,245 |
Variance | 52,200 | 50,949 | 71,994 | 85,473 |
Range | 29 | 33 | 29 | 38 |
Skor minimum | 60 | 51 | 60 | 50 |
Skor maksimum | 89 | 84 | 89 | 88 |
Total skor | 6.324 | 4.879 | 6.106 | 5.127 |
Uji Homogenitas
Uji Homogenitas varians dimaksudkan untuk menguji homogenitas (kesamaan) varians data prestasi belajar yang diperoleh dan dianalisis dari seluruh kelompok sampel penelitian. Uji homogenitas varians, dilakukan dengan teknik uji avene (Lavene’s test). Sedangkan hasil analisis homogenitas Varians sebagai berikut :
Tabel 3 : Hasil analisis Homogenitas Varians
Leven’s Test of Equality of Error Variances
Prestasi Belajar
Lavene Statistic | Df1 | Df2 | Sig. |
0,037 | 1 | 158 | 0,849 |
Tabel 4 : Hasil analisis Homogenitas Varians
Leven’s Test of Equality of Error Variances
Motivasi Belajar
Lavene Statistic | Df1 | Df2 | Sig. |
0,245 | 1 | 158 | 0,621 |
Berdasarkan hasil analisis Lavene’s dapat disimpulkan bahwa varians data-data motivasi dan prestasi belajar dari seluruh kelas adalah homogen.
Uji Hipotesis
Hasil Uji t dengan menggunakan Analisi Va rians 2 jalur disajikan pada table berikut:
Tests the null hypothesis that the error variance of the
dependent variabel is equal across groups
b. Design : X1+X2+X1*X2
Tabel 5: Test of Between-Subjects Effects
Variabel : Pretasi Belajar
Source | Type III Sum Of Squares | df | Mean Square | F | Sig. |
Corrected Model | 780.335ยช | 3 | 260,112 | 9,150 | ,000 |
Intercept | 950494,758 | 1 | 950494,758 | 33435,942 | ,000 |
X1 | 325,540 | 1 | 325,540 | 11,452 | ,001 |
X2 | 251,628 | 1 | 251,628 | 8,852 | ,003 |
X1*X2 | 95,242 | 1 | 95,242 | 3,350 | ,037 |
Error | 4804,220 | 156 | 28,427 | ||
Total | 996036,000 | 160 | |||
Corrected Total | 5584,555 | 159 |
R Squard = 140 (Adjusted R Squard =,124)
Berdasarkan hasil uji t tersebut diatas diketahui bahwa Nilai signifikasi adalah 0,001, karena probabilitas < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan cara pendekatan CTL dengan Konvensional/non CTL membuat nilai prestasi belajar berbeda secara nyata. Dengan demikian, maka Hipotesis yang menyatakan: Terdapat perbedaan prestasi belajar siswa yang menggunakan pendekatan CTL dengan non CTL dapat di terima.
Berdasarkan hasil uji t tersebut diatas diketahui bahwa Nilai signifikasi adalah 0,003, karena probabilitas < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan cara pendekatan CTL dengan Konvensional/non CTL membuat motivasi belajar berbeda secara nyata. Dengan demikian, maka hipotesis yang menyatakan: terdapat perbedaan motivasi belajar siswa yang menggunakan pendekatan CTL dengan non CTL diterima.
Hasil analisis varians untuk interaksi antara kedua Faktor X1*X2 menunjukkan taraf signifikansi (P) = 0,037, berarti signifikan. Seangkan perbandingan jumlah ‘sum of square’ antara “corrected model” dan “corrected total” berupa output R squared adalah : 0,140. Berdasarkan hasil analisis varians untuk interaksi antara kedua faktor X1*X2 menunjukkan Fhitung = 3,350 dengan taraf signifikasi (P) = 0,069. berarti tidak signifikan.
Kesimpulannya : Hipotesis Kerja (Ha) yang berbunyi “Terdapat interaksi antara penerapan pendekatan dan motivasi siswa terhadap hasil belajar”.diterima. Dan Hipotesis nihil (Ho) yang berbunyi “Tidak terdapat interaksi antara penerapan pendekatan dan motivasi siswa terhadap hasil belajar”.ditolak.
4. Kesimpulan dan Saran
Setelah seluruh hasil analisis dideskripsikan dan dibahas, berikut ini dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Pertama Pendekatan kontekstual (Contextual teaching and learning/CTL) dijadikan alternatif strategi belajar yang lebih memperdayakan siswa. Metode CTL ini sangat cocok untuk menyampaikan pelajaran, karena pendekatan CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan dunia nyata siswa dan mendorong, siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimuiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat dengan konsep itu. Hasil pembelajharan diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami bukan transfer pengetahuan dari guru kesiswa. Jadi dalam hal ini strategi dan proses pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa penerapan pendekatan kontekstual (Ctl) terbukti lebih baik pengaruihnya terhadap hasil belajar pengetahuan alam dan matematika. Hasil penelitian ini membuktikan berdasar hasil analisis varians diketahui bahwa nilai rata-rata (mean) kelompok yang dikenai pendekatan tradisional (non CTL) = 64.09. sedangkan koefisisen F-hitungnya juga juga menunjukkan taraf signifikansi (P) = 0,001 artinya ada perbedaan yang signifikan.
Kedua Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis varians antar kelompok terhadap data motivasi belajar siswa yang diberikan pendekatan CTL memilki rata-rata motivasi belajar adalah = 79.05, sedangkan mean kelompok yang diberi pendekatan konvensional (Non CTL) adalah = 60.99. Hasil tersebut menunjukkan bahwa siswa yang diberi pendekatan CTL memiliki motivasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diberi pendekatan non CTL.
Sedangkan hasil analisis varians menunjukkan taraf signifikansi (P) = 0,003, yang berarti signifikan. Hasil analisis varians kedua kelompok (uji Lavene's test) juga menunjukkan koefisien F-hitung yang signifikan, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa varians kedua kelompok adalah berbeda. Karena hasil analisis varians menunjukkan koefisien vang signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan motivasi belajar dapat ditingkatkan melalui pendekatan CTL.
Ketiga Hasil analisis varians untuk interaksi antara kedua faktor X1*X2 menunjukkan taraf signifikansi (P) = 0,037, berarti signifikan. Jadi penarapan pendekatan kontektual (CTL) dan motivasi belajar secara bersama-sama berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini menunjukan bahwa pendekatan kontektual (CTL) dapat diterapkan dengan kondisi pembelajaran lain seperti apapun. Dengan kata lain pendekatan kontektual (CTL) ini tetap akan memberikan hasil yang lebih baik dari pendekatan konvensional (non CTL). Tidak memandang apakah siswa memiliki motivasi belajar tinggi ataupun rendah.
Adapun saran-saran yang dapat kami sampaikan sebagai berikut :
Pertama kepada para guru disarankan agar mau mencoba dan berupaya secara tepat menerapkan prinsip-prinsip pendekatan CTL dalam pembelajaran sehari-hari. Penggunaan pendekatan kontekstual (CTL) merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran harus terus dibiasakan agar dapat berhasil guna.
Kedua kendala yang biasa dihadapi para guru di lapangan dalam mencoba melakukan inovasi-inovasi adalah faktor siswa yang kurang responsif. Seringkali keinginan guru memberikan layanan terbaik buat siswa tidak ditanggapi secara maksimal bahkan siswa seringkali sudah menduga bahwa apa yang akan dilakukan para guru itu hanya akan menambah beban belajarnya. Atas dasar hal tersebut maka disarankan kepada para guru untuk bertindak tegas dan menjelaskan tujuan pembelajaran secara benar kepada siswa. Jika tidak, pembelajaran dengan CTL justru akan lebih banyak menghabiskan waktu, disamping itu tujuan pembelajaran juga menjadi tidak terarah.
Ketiga kepada para pengambil kebijakan diharapkan dengan adanya inovasi baru dalam hal pembelajaran yang dilakukan oleh para guru. untuk diberikan dukungan dan motivasi secara memadai. Peran dan fungsi Kepala sekolah, pengawas bahkan jabatan lain yang lebih tinggi sangat besar diharapkan untuk merangsang para guru mau melakukan inovasi pembelajaran. Jika tujuan ini tercapai peningkatan mutu pendidikan benar-benar akan dapat diwujudkan.
You Might Also Like :
0 komentar:
Posting Komentar