Multimedia |
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat, berbagai perubahan dalam masyarakat yang semakin terbuka dan memiliki kompetisi yang tinggi, menuntut adanya peningkatan kualitas pendidikan. Kenyataan ini memerlukan kesiapan sumber daya manusia yang mampu berkompetisi dalam masyarakat global. Dengan demikian, pengembangan program pendidikan dengan standar mutu bertaraf global menjadi suatu kebutuhan yang tidak bisa terelakkan.
Kehadiran multimedia sebagai salah satu produk teknologi di bidang pendidikan disambut gembira, karena peranannya dalam membantu mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan bertujuan untuk mengoptimalkan kemampuan peserta didik dan membantu mengembangkan kemampuan yang sempurna baik fisik, intelektual, maupun emosionalnya. Potensi kemampuan yang dimiliki manusia ini hampir tidak terbatas. Namun hanya sebagian kecil saja dari potensi tersebut yang telah dikembangkan. Metoda dan media yang tepat untuk mengembangkan kemampuan tersebut sangatlah diperlukan.
Teknologi multimedia diharapkan mampu mengatasi kendala dalam proses belajar mengajar dengan dikemasnya program-program pendidikan dalam media berbasis komputer. Meskipun Gagne (1971) menyatakan, bahwa tidak ada satu media yang sempurna yang dapat memenuhi semua keperluan yang diinginkan. Usaha yang maksimal untuk menjadikan produk teknologi informasi dan komunikasi menjadi media yang dapat mengoptimalkan manusia, kiranya perlu terus diupayakan dan dikembangkan.
Perkembangan multimedia diawali dengan berkembangnya CD-ROM pada kurun waktu 1980-an, yang berisi musik dan pangkalan data berupa hiperteks untuk keperluan penyimpanan dan penyebaran informasi. Teknologi CD-ROM memiliki kapasitas penyimpanan yang diperkirakan sebanyak 500 hingga 700 megabytes. Besarnya kapasitas CD-ROM ini, membuat CD-ROM menjadi salah satu alternatif dalam penyimpanan dan pengembangan multimedia, karena multimedia memerlukan kapasitas penyimpanan yang besar.
Komputer yang dulu dikenal hanya sebatas pengolah kata (word processing) saja, saat ini telah bergeser dengan kemampuannya dalam mengakses program pembelajaran apapun dalam multimedia. Berbagai penelitian pendidikan yang sangat marak dewasa ini menunjukkan kelebihan-kelebihan multimedia dan dukungannya terhadap proses belajar mengajar.
Penelitian Jacobs dan Schade (1992) menunjukkan, bahwa daya ingat orang yang hanya membaca saja memberikan persentase terendah, yaitu 1%. Daya ingat ini dapat ditingkatkan hingga 25%-30% dengan bantuan media lain, seperti televisi. Daya ingat makin meningkat dengan penggunaan media 3 dimensi seperti multimedia, hingga 60%. Ditemukan pula, bahwa multimedia memiliki kemampuan menampilkan konsep 3D (tiga dimensi) secara efisien dan efektif dengan pembelajar¬an yang dirancang secara sistematik, komunikatif dan interaktif sepanjang proses pembelajaran.
Multimedia juga merupakan media pem¬belajaran yang berdasarkan kemampuannya menyentuh berbagai panca indra: penglihatan, pendengaran dan sentuhan, sebagaimana dikemukakan oleh Schade (Hoogeven, 1995) "Multimedia improves sensory stimulation, particular due to the inclusion of interactivity".
Sebagaimana media pembelajaran lainnya, multimedia tetap berfungsi sebagai alat, metoda dan pendekatan yang digunakan untuk menjalin komunikasi antara guru dengan pelajar selama proses belajar mengajar. Peserta didik dapat mempelajari ilmu yang dikemas di dalam suatu program multimedia sesuai dengan minat, kesukaan, bakat, keperluan, pengetahuan dan emosinya (Lgnazio, dalam Bairley, 1996). Kemampuan multimedia mem¬berikan pengajaran secara individu dengan melalui sistem tutor pribadi karena kemampuan multimedia dalam mengulang in¬formasi. Jika peserta didik kurang faham terhadap materi yang disajikan, ia dapat melihat kembali program multimedia secara berulang hingga memahaminya. Bagi pelajar, penggunaan multi¬media dapat lebih memacu motivasi belajar, dapat memberikan penjelasanan yang lebih baik dan lengkap terhadap sesuatu permasalahan, memudahkan untuk mengulang pelajaran, mengadakan latihan dan mengukur kemampuan, karena multimedia memberi peluang kepada pelajar untuk berinteraksi dengan program yang disajikan. Dengan demikian, kehadiran multimedia dalam proses belajar mengajar menjadi sangat dirasakan manfaatnya. Bagi perencana program multimedia perlu mendalami desain proses belajar mengajar agar program multimedia yang dibangunkan lebih terarah dan sistematis sesuai dengan tujuan pengajaran yang ditetapkan.
Multimedia bukan satu-satunya penentu keberhasilan be¬lajar. Faktor lain yang perlu juga diperhatikan di antaranya moti¬vasi pelajar, keadaan sosial, ekonomi dan pendidikan keluarga, situasi pada saat proses belajar, kurikulum dan guru. DeVoogd & Kritt (1997) mengatakan multimedia tidak mengajar sebab yang mengajar tetap saja guru. Dalam penggunaan multimedia, apabila peserta didik faham dan terampil maka kegiatan akan berjalan dengan baik dan peserta didik berhasil menguasai bahan pelajaran. Tetapi jika sebaliknya, maka media tersebut dapat menghambat keberhasilan "Educational effectiveness does not depend on the medium but on how it is used" (Stratfold, 1994).
B. Konsep dan Karakteristik Multimedia
Konsep multimedia didefinisikan olah Haffost (Feldmans, 1994) sebagai suatu sistem komputer yang terdiri dari hardware dan software yang memberikan kemudahan untuk menggabungkan gambar, video, fotografi, grafik dan animasi dengan suara , teks, dan data yang dikendalikan dengan program komputer. Sejalan dengan hal tersebut, Thompson (1994) mendefinisikan multimedia sebagai suatu sistem yang menggabungkan gambar, video, animasi, suara secara interaktif. Multimedia adalah dasar dari teknologi modern yang meliputi suara, teks, video, gambar, dan data (Jayant, Ackland, Lawrence dan Rabiner, dalam Infotech, 1995). Sedangkan Furht (Internet 1996) dari Atlantic University, Florida mendefinisikan multimedia sebagai gabungan antara berbagai media; teks, grafik, animasi, gambar dan video.
Dari definisi-definisi tersebut nampak adanya kesamaan bahwa teknologi multimedia merangkumi berbagai media dalam satu software pembelajaran yang interaktif. Sajian multimedia dapat diartikan sebagai teknologi yang mengoptimalkan peran komputer sebagai media yang menampilkan teks, suara, grafik, video, animasi dalam sebuah tampilan yang terintegrasi dan interaktif.
Kelengkapan media dalam teknologi multimedia melibatkan pendayagunaan seluruh panca indera, sehingga daya imajinasi, kreatifitas, fantasi, emosi peserta didik berkembang ke arah yang lebih baik. Berbagai kajian lepas telah menunjukkan, bahwa proses pembelajaran yang melibatkan lebih dari satu indera akan lebih efektif dibandingkan hanya satu indera saja. Pembelajaran yang disampaikan pun akan diingat lebih lama. Hasil penelitian Fleming dan Levie (Wilkinson, 1980) menunjukkan bahwa proses pembelajaran menggunakan satu indera memberikan rangsangan belajar yang terbatas. Penggunaan multimedia akan memberikan rangsangan yang lebih baik dengan terintegrasinya media audio dan visual dalam satu software yang berisi program pembe¬lajaran. Penelitian Edward, Williams, dan Roderick mengungkap, bahwa penggunaan multimedia pada kelompok eksperimen memberikan hasil yang lebih baik dengan tingkat signifikansi 0,5 dibanding kelompok kontrol yang menggunakan media tradisional (buku teks) dalam proses pembelajaran yang diterapkan.
Membuat program multimedia pembelajaran tidaklah semudah membuat media untuk program hiburan. Morgan & Shade (1994) menemukan, dari sekian banyak program yang ada di pasaran hanya 20-25% yang dapat dikategorikan memenuhi syarat serta layak digunakan untuk keperluan pendidikan. Sementara 75-80% program dapat menyalahi dan tingkat kesulitan dalam mengaksesnya masih cukup tinggi. Menanggapi hal ini Wright & Shade (1994) mengatakan, bahwa keefektifan proses pembelajaran dengan menggunakan komputer bergantung kepada kualitas programnya (software). Dengan demikian, diperlukan desain yang sesuai dengan tujuan proses pembelajaran dalam pembuatan program-program multimedia.
C. Keistimewaan Multimedia
Multimedia mempunyai beberapa keistimewaan yang tidak dimiliki oleh media lain. Di antara keistimewaan itu adalah:
1. Multimedia menyediakan proses interaktif dan memberikan kemudahan umpan balik.
2. Multimedia memberikan kebebasan kepada pelajar dalam menentukan topik proses pembelajaran.
3. Multimedia memberikan kemudahan kontrol yang sistematis dalam proses pembelajaran.
Interaktif dan Umpan Balik
Kemampuan multimedia dalam meningkatkan proses inter¬aktif sudah teruji karena multimedia juga memiliki unsur inter¬aktif. Dalam hal Romiszowski (1993) melihat proses interaktif sebagai hubungan dua jalur antara pengajar dengan peserta didik. Lebih lanjut Jacobs (1992) mengemukakan bahwa hubungan dua jalur akan menciptakan situasi dialog antara dua atau lebih pe¬lajar. Hubungan dialog ini akan dapat dibina melalui penggunaan komputer karena komputer memiliki kapasitas multimedia yang akan mampu menjadikan proses belajar menjadi interaktif.
Keefektifan multimedia disebabkan karena pengajar akan menjawab permasalahan peserta didik dengan cepat di samping mengawasi perkembangan kognitif, afektif dan psikomotor mereka. Stratfold (1994) menjelaskan cara mengukur kemampuan interaktif suatu program multimedia. Dia, menyarankan bahwa untuk menghasilkan program multimedia, pembuat multimedia harus menentukan terlebih dahulu umpan balik jenis manakah yang mesti diberikan kepada pelajar. Karena dari umpan balik itu akan membentuk hubungan dua arah antara pengajar dan peserta didik dalam proses integrasi. Selain itu, dalam proses belajar melibatkan berbagai panca indra dan kemahiran. Termasuk di dalamnya kemampuan merespon dan cara meniru karena perbuatan itu juga melibatkan berbagai panca indra yang merangsang peserta didik dalam proses belajar.
Umpan balik dapat diterapkan dalam pembelajaran menggunakan multimedia adalah dengan melalui konsep permodelan, latihan, dukungan, artikulasi dan refleksi. (Collins, dalam Nazrul, 1998)
Dalam konteks ini, permodelan bermakna bahwa mul¬timedia diibaratkan sebagai seorang pakar yang dengan kepakarannya mampu menunjukan penguasaan materi pelajaran dengan lebih baik dan efektif kepada peserta didik. Materi dikemas dengan memodifikasi unsur-unsur yang ada dalam multi¬media. Di antaranya menjadikan teks berklip, memasukkan intonasi suara yang serasi, menjadikan gambar yang bersesuaian dengan animasi yang menarik dan sebagainya. Sementara itu konsep latihan memerlukan software yang memungkinkan peserta didik untuk terus menerus berinteraksi terhadap soal-soal yang diberikan, hingga peserta didik menemui jawaban yang benar dan tepat. Metoda latihan ini lebih cenderung ditujukan untuk perbaikan dalam rangka meningkatkan tingkat ke¬mampuan dan kreativitas peserta didik dalam memecahkan masalah yang diberikan.
Faktor yang tidak kalah pentingnya dalam konteks ini ialah bahwa program multimedia membawa peserta didik untuk memilih dan mengikuti pelajaran, apakah dilakukan sendiri atau berkelompok dengan pertimbangan faktor kemudahan. Untuk mencapai tujuan itu, diperlukan basis data yang berisikan kata-kata yang digunakan dalam proses pembelajaran. Faktor ke¬mudahan yang merupakan nilai tambahan itu disebut dengan dukungan. Semua itu bertujuan untuk merangsang peserta didik yang sukar dalam memahami arahan dalam bentuk teks dan fasilitas yang disebut artikulasi dan diberikan secara audio agar dapat membantu.
Konsep Refleksi merupakan konsep tambahan dan program multimedia yang akan memperjelas suatu masalah dengan menggunakan kemampuan animasi atau video, karena penjelasan yang lebih terperinci dapat dijelaskan melalui animasi dan video.
Kebebasan menentukan topik proses pembelajaran
Peserta didik diharapkan mampu untuk menentukan topik proses belajar yang sesuai dan disukainya. Kebebasan menentu¬kan topik ini adalah salah satu karakteristik proses pembelajaran dengan menggunakan komputer, termasuk di dalamnya program multimedia. Menampilkan kembali bahan-bahan pelajaran dan data yang tersimpan secara cepat dan mudah dapat disediakan dalam program multimedia. Proses pembelajaran dengan penjelajahan seperti ini telah lama dipraktekkan dalam dunia pendidikan seperti yang digunakan dalam hiperteks, basis data, dan yang lainnya.
Sistem hiperteks dan basis data dapat menelusuri masalah melalui kode-kode yang telah disediakan yang kemudian dapat menghubungkannya dengan berbagai informasi yang berupa teks, grafik, video, atau suara. Para pengajar telah mendukung 'browsing' sebagai satu cara proses pembelajaran. (Jonassen & Wang 1993; Spiro & Jehng 1990). Pengguna yang mengikuti link-link mereka dan menyelidiki bagian-bagian yang menarik bagi mereka akan menjiwai apa yang mereka pelajari. Di satu sisi hal ini menunjukan sesuatu yang baik, tetapi di sisi lain masalah yang dapat muncul.
Masalah tersebut seperti kemungkinan pencarian yang berhubungan dengan pencarian tidak terarah sehingga boleh jadi informasi yang di dapat cukup banyak tetapi mengandung sedikit ilmu. Dalam hal ini perlu kiranya peserta didik mampu meng-ambil keputusan tentang arah mana yang harus diambil. Dengan mengambil arah salah dapat menyebabkan mereka berada di satu tempat yang tidak mereka harapkan, dan mungkin keluar dari topik materi yang terkait. Hammond (1993) membanding pengalaman menggunakan suatu permainan bagi pengguna yang tidak yakin tentang apa yang akan dipilih dan apa yang akan terjadi berikutnya (tetapi setidaknya hal itu menjadi sesuatu yang menarik meskipun tidak diharapkan). Mereka tidak mampu menempatkan informasi tertentu dan tidak menyadari bagaimana dan di mana informasi yang sesuai dengan alur topik yang sedang dipelajari. Peserta didik yang tidak memiliki tujuan yang jelas akan keluar dari fokus pembelajaran, terlebih jika mereka tidak mampu bertanya kepada diri mereka sendiri.
Kontrol yang Sistematis dalam Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran menggunakan multimedia dapat dilaksanakan secara kelompok atau perorangan. Sekalipun kelompok, namun pada dasarnya proses belajar yang berlangsung adalah perorangan (Gagne, 1971). Lebih jauh Laurillard (1987) menjelaskan bahwa tidak ada aturan baku dalam mendesain program. Apakah pengajar, pengkaji, atau pembuat program yang mengetahui lebih baik bagaimana peserta didik seharusnya belajar. Dalam hal ini diperlukan kemampuan mendesain bahan-bahan pelajaran sesuai kebutuhan peserta didik. Taylor & Laurillard (1994) menyarankan, bahwa kontrol terhadap proses pembelajaran adalah faktor penting dalam perkembangan peserta didik karena akan memperkuat rasa memiliki, dan membantu per¬kembangan ke arah kedewasaan, keilmuan dan mencerminkan pendekatan proses pembelajaran sepanjang masa.
Multimedia menyediakan peluang yang sangat besar ter¬hadap kontrol peserta didik dibandingkan media-media lainnya. Peserta didik tidak hanya mempunyai kontrol terhadap kedalaman, rujukan dan pemilihan bahan saja tetapi juga interaksi yang memungkinkan peserta didik menjalin komunikasi dengan program. Dalam mendefinisikan kontrol pelajar, Baker (1990) menetapkan unsur-unsur pengguna berdasarkan perintah-perintah apa yang dipelajari, langkah-langkah belajar yang bagaimana, arah proses belajar yang harus diambil, dan gaya serta strategi dari proses pembelajaran yang akan dilakukan. Sedangkan Laurillard (1987) mempertimbangkan tiga aspek kontrol yaitu:
a) strategi proses pembelajaran; bolehkah peserta didik mengambil keputusan tentang urutan isi dan langkah-langkah pembelajaran?
b) manipulasi isi proses pembelajaran; cara bagaimana peserta didik mengalami proses pembelajaran.
c) gambaran isi; bolehkah peserta didik memusatkan perhatian mereka pada subyek-subyek tertentu?
Kontrol pengguna memungkinkan peserta didik bekerja menurut strategi mereka, tetapi dengan memberi kontrol pengguna yang lengkap, seperti pada hiperteks, meninggalkan floundering peserta didik dengan sedikit arahan dan motivasi. Beberapa penyelesaian permasalahan yang mungkin terbaik, yaitu dengan memberikan kontrol pada peserta didik, tetapi masih dalam batasan pendidikan di mana saja mereka boleh mengakses petunjuk-petunjuk dan latihan-latihan yang interaktif.
Download disini
You Might Also Like :
0 komentar:
Posting Komentar